Visi Guru Penggerak sesuai dengan nilai dan peran yang
ingin dicapai yaitu Mewujuydkan Siswa Berkarakter Positif Sesuai Dengan Profil
Pelajar Pancasila, hal tersebut dapat diwujudkan melalui budaya positif dalam
ekosistem sekolah yang memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid hingga
tercapai merdeka belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman dalam
filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara dan praktek pebelajaran yang berhamba
pada anak melalui pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial
emosional (PSE).
Pendidikan bukan hanya proses untuk memperoleh ilmu
pengetahuan namun bagaimana seorang guru dapat menuntun anak menemukan kodrat
jati diri, karakter dan budi pekerti. Untuk dapat menumbuhkan hal ini anak-anak
harus di latih dengan berbagai kegiatan, mereka terbiasa melakukan
ketrampilan-ketrampilan yang mereka butuhkan agar dapat bertahan dalam masalah
sekaligus memiliki kemampuan menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang
mereka hadapi, dan tentu saja proses ini akan mengajarkan mereka menjadi
pribadi-pribadi yang bijaksana dan berbudi pekerti luhur. Pembelajaran Sosial
Emosional adalah pembelajaran berbasis keterampilan dalam mendidik yang
dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah dan memiliki kemampuan
memecahkan masalah.
Sebagai seorang guru, kita dihadapkan dengan beragam
masalah, baik itu masalah dari murid, rekan kerja, orang tua, atasan, atau pun
masalah yang timbul dari banyaknya tuntutan pekerjaan yang membuat guru menjadi
tertekan. Keadaan seperti ini tentunya akan mengganggu proses pembelajaran di
kelas. Kontrol emosi menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, berkesadaran penuh
(mindfulness) menjadi sesuatu yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Dalam berkesadaran penuh, seorang guru dapat mengelola
konflik, mengelola stress, mengetahui cara berinteraksi dengan orang lain,
mengetahui cara untuk memahami diri sendiri, merasakan dan mengenali pikiran,
perasaan dan lingkungannya. Dengan memahami emosi diri maka akan membantu kita
untuk dapat merespon terhadap kondisi yang sedang dialami secara tepat,
merespon secara lebih baik. Hal ini tidak hanya akan berdampak pada wellbeing
diri tetapi dapat juga membantu menjadi role model bagi murid-muridnya.
Menurut Ki Hajar Dewantara, guru diibaratkan seorang petani
dan murid adalah benihnya. Seorang petani tugasnya adalah merawat dan menjaga
benih-benih itu, tentu saja benih yang tumbuh itu berbeda-beda dalam
perkembangannya dan juga berbeda jenisnya. Misalkan untuk merawat benih jagung
tentu saja akan berbeda dengan merawat benih padi. Seorang petani harus
memberikan perawatannya sesuai dengan kebutuhan benih-benih yang berbeda tadi
sampai semuanya berbuah. Begitu juga kita sebagai guru harus jeli dalam melihat
keberagaman kebutuhan siswa, ada yang lambat, sedang, dan cepat. Ada yang suka
agama, sains, seni, olahraga, dan sebagainya. Ada yang suka belajar dengan
cepat melalui penglihatan, pendengaran, atau kinestetik. Semua harus kita
akomodir dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran berdiferensiasi yag dilakukan oleh seorang
guru menjadi jawaban atas kebutuhan individu murid yang berbeda-beda
berdasarkan kodrat alam dan zamannya. Pembelajaran berdiferensiasi akan
memenuhi setiap kebutuhan masing-masing murid dengan memperhatikan faktor
kesiapan murid, minat/bakat, dan gaya belajar murid.
Dalam proses pembelajaran hendaknya guru juga memasukan
pembelajaran sosial-emosional. Apakah pembelajaran sosial-emosianal itu?
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat penting.
Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak untuk
dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya, juga
untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang baik. Tidak bisa dipungkiri dalam
melaksanakan tugas sebagai guru, pasti banyak masalah yang kita hadapi. Baik
itu masalah dari murid, rekan kerja, orang tua, atasan, atau pun masalah yang
timbul dari banyaknya tuntutan pekerjaan yang membuat stress atau
tertekan.Keadaan seperti ini tentunya akan mengganggu proses pembelajaran di
kelas. Kontrol emosi menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, berkesadaran penuh
(mindfulness) menjadi sesuatu yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Pembelajaran Sosial Emosional adalah pembelajaran
berbasis keterampilan dalam mendidik yang dibutuhkan anak untuk dapat bertahan
dalam masalah dan memiliki kemampuan memecahkan masalah. Guru mendidik hati dan
jiwa si anak untuk menjadi lebih baik dan nyaman dalam menerima pembelajaran
yang diberikan guru, serta merasa terlindungi oleh guru dalam lingkungan
pembelajaran maupun lingkungan sekolah.
Kompetensi sosial-emosional adalah
:
1.
Kesadaran Diri – Pengenalan Emosi
2.
Pengelolaan Diri – Mengelola Emosi
dan Fokus
3.
Kesadaran Sosial – Keterampilan
Berempati
4.
Keterampilan Berhubungan Sosial –
Daya Lenting
5. Pengambilan Keputusan yang bertanggung jawab
Tujuan Pembelajaran Sosial Emosional
1.
Memberikan Pemahaman ,penghayatan dan
Kemampuan untuk mengoelola emosi
2.
Menetapkan dan mencapai tujuan
positif
3.
Merasakan dan menunjukkan empati
kepada orang lain
4.
Membangun dan mempertahankan hubungan
yang positif
5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab ( Responsible Decision Making )
Bagaimana Penerapannya ?
- Rutin (diluar waktu belajar sekolah). Waktu khusus di luar kegiatan akademik, misalnya kegiatan ektrakurikuler, perayaan hari-hari besar, pelatihan dan sebagainya.
- Terintegrasi dalam pembelajaran. Misalnya melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran.
- Protokol (sesuai dengan budaya atau aturan sekolah). Menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu.
Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional
(PSE) dapat dilakukan dengan 4 cara
yaitu Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit, Mengintegrasikan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya
interaksi dengan murid, Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap
murid, dan Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan
lingkungan.
Untuk dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosional murid secara optimal, seorang guru harus menjalankan peran serta memiliki nilai kemandirian, reflektif, kolaboratif, dan inovatif serta berpihak pada murid. Melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi dimana seorang guru mampu memetakan pembelajaran berdasarkan kebutuhan individu murid yang berbeda-beda berdasarkan kodrat alam dan zamannya. Mengoptimalkan kekuatan dan potensi untuk menerapkan Budaya Positif disekolah merupakan strategi efektif dalam membentuk nilai-nilai karakter anak. Jika Pembelajaran sosial dan emosional ini menjadi budaya positif di sekolah maka akan lebih mudah diterapkan karena menjadi sebuah budaya yang menjadi komitmen bersama dalam membangun generasi bangsa cerdas dan berkarakter mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
0 Comments:
Posting Komentar